Borneoindotimes.com
Kota Bekasi, – Kuasa Hukum terdakwa kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Edc cash, Abdurahman Yusuf (AY) dan Suryani, Dohar Jani Simbolon, SH, MH mengungkapkan kekecewaannya terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang belum menghadirkan beberapa barang bukti yang nilainya miliaran rupiah, Rabu (25/09/2024).
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kota Bekasi JPU menghadirkan barang bukti aset sitaan yang terdiri dari puluhan juta uang rupiah, mata uang asing, beberapa tas merk LV, emas, berlian, sertifikat dan lainnya.
Namun menurut Dohar masih ada beberapa barang bukti yang disita Bareskrim namun JPU belum manghadirkan seperti tas merk Hermes, sertifikat tanah di Suromadu, Madura dan uang 20.000 lembar uang rupiah seratus ribuan.
“Beberapa poin penting yang disorot mencakup ketidakjelasan status barang bukti, ketidaktransparanan dalam menghadirkan barang bukti, dan keraguan mengenai keabsahan penyitaan uang tunai, ” ungkap Dohar.
Misalnya soal ketidakjelasan status barang bukti logam emas batangan, JPU mengatakan menyerupai emas.
Sementara terdakwa dan kuasa hukumnya mengaku barang bukti tersebut merupakan emas asli.
Dohar mengaku agak janggal kenapa JPU melakukan pengetesan emas batangan tersebut baru dilakukan di Pegadaian pada 5 September 2024, sementara barang bukti puluhan kilogram tersebut disita oleh Bareskrim sejak tahun 2021.
Sedangkan barang bukti emas batangan dari tahun 2021 sudah disita Bareskrim namun baru dilakukan pemeriksaan oleh JPU di Pegadaian pada 5 September 2024 kemarin.
Namun, pemeriksaan ini dilakukan hampir tiga tahun setelah barang bukti disita pada tahun 2021. Keterlambatan ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada upaya untuk memperlambat proses hukum.
Ketidaktransparanan dalam Penyajian Barang Bukti
Dohar juga menyoroti ketidakmampuan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadirkan beberapa barang bukti lain yang relevan, seperti sertifikat tanah di Suramadu dan Kalimantan, tas merek Hermes, serta sejumlah uang tunai.
“Ketidak hadiran barang-barang ini menimbulkan kesan bahwa JPU mungkin tidak transparan atau bahkan sengaja menyembunyikan bukti yang bisa mendukung posisi terdakwa, ” tegasnya.
Keraguan atas Penyitaan Uang Tunai
Aspek lain yang menjadi perhatian adalah uang tunai senilai 2 miliar rupiah yang disita. JPU tidak dapat memberikan rincian yang jelas mengenai pecahan uang tersebut, yang menimbulkan keraguan mengenai keabsahan proses penyitaan.
Ketidakjelasan ini menjadi sorotan penting, karena transparansi dalam penanganan uang tunai sangat krusial untuk menjaga integritas proses hukum, jelesnya.
Dohar Jani Simbolon menekankan bahwa penanganan barang bukti dalam kasus ini perlu diperbaiki untuk memastikan keadilan bagi terdakwa.
Keterlambatan dalam pemeriksaan,ketidaktransparanan dalam penyajian barang bukti, dan keraguan atas keabsahan penyitaan uang tunai dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
Dalam konteks ini, penting bagi semua pihak untuk bertindak secara profesional dan transparan untuk menjaga integritas proses hukum, tutup Dohar.